
Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Resort Sampit mencatat 51 serangan buaya yang terjadi sejak tahun 2010 hingga 17 Januari 2025. Delapan orang diantaranya meninggal dunia, 13 orang terluka parah, 24 orang luka ringan, dan sisanya tidak terluka.
Predator ganas ini kerap menerkam mangsa, tak peduli hewan maupun manusia, yang tinggal di tepian sungai. Serangan buaya sering terjadi di wilayah Kecamatan Mentaya Hilir Selatan, Mentaya Hilir Utara, Teluk Sampit, Pulau Hanaut, dan Cempaga.
“Serangan terbanyak terjadi di Kecamatan Mentaya Hilir Selatan sebanyak 15 korban serangan. Selain itu, di Kecamatan Teluk Sampit yang Senin lalu terjadi di Desa Lempuyang,” kata Komandan BKSDA Resort Sampit Muriansyah, Jumat (17/1). Serangan itu baru saja menimpa dua warga bernama Sari (28) dan sepupunya bernama Kipli (26), asal Desa Lampuyang, Kecamatan Teluk Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah (Kalteng), sekitar pulul 17.00 WIB, Senin (17/1).
Peristiwa nahas itu terjadi ketika Sari, Burhan (suami Sari), dan Kipli setelah selesai bekerja di ladang. Saat itu, Sari bermaksud membersihkan pakaiannya di Sungai Pasir yang merupakan sungai galian di sekitar lahan pertanian. Namun, baru saja sampai di tepi sungai tiba-tiba betis kanan Sari diterkam buaya dan diseret ke dalam sungai. Burhan yang melihat kejadian itu mengira Sari terjatuh ke sungai dan tidak bisa berenang, langsung terjun ke sungai untuk membantu sembari meminta tolong Kipli.
Sari spontan mencolok mata buaya hingga kakinya terlepas dari terkaman, namun Kipli yang berusaha menolang justru berbalik diserang. Terjadi adegan tarik menarik antara dua manusia dan seekor predator ganas. Keduanya berhasil melepaskan diri meski mengalami luka-luka. Bahkan, Kipli mendapat 20 jahitan akibat gigitan buaya. “Keesokan paginya kami telah berkoordinasi dengan kades setempat, menjenguk ke rumah korban, memberikan pengobatan dan mengecek titik lokasi kejadian,” ujarnya. Dari pengamatan yang didukung dengan informasi warga setempat, lokasi serangan yang disebut Sungai Pasir belum pernah dilaporkan adanya kemunculan buaya.
“Serangan buaya di lokasi tersebut baru pertama kali terjadi, di sekitarnya itu hanya ada kebun sawit milik warga. Tetapi di lokasi persawahan Sungai Lampuyang sudah biasa dilaporkan warga kemunculan buaya hingga serangan buaya,” ujarnya. Muriansyah menduga kemunculan buaya itu bisa jadi memang ada di daerah tersebut sekitarnya rawa-rawa yang menjadi habitat buaya atau buaya yang datang dari Sungai Mentaya untuk mencari makan ke daerah tersebut.
“Sungai pasir itu kan bermuara di Teluk Sampit. Teluk Sampit merupakan habitat buaya. Kalo kita lihat di peta, di daerah muara Sungai Mentaya, ada teluk yang dinamakan Teluk Sampit,” katanya. Muriansyah juga baru saja menerima laporan dari warga yang melihat kemunculan buaya di Desa Bapinang Hulu Kecamatan Pulau Hanaut, Jumat (17/1) sore.
“Di daerah Pulau Hanaut sudah sering kali muncul buaya terutama di November sampai Februari. Buaya sering muncul ke permukaan karena pengaruh musim kawin bertelur buaya. Dan, bukan cuma di daerah Pulau Hanaut, Cempaga juga sering terlihat di Sungai Mentaya,” ujarnya. Muriansyah tak henti-hentinya mengingatkan warga untuk terus waspada, karena ada beberapa faktor utama yang memicu kemunculan dan serangan buaya selain dari musim kawin buaya, keberadaan kandang ternak di tepi sungai dan perilaku warga yang masih ada membuang sampah dan bangkai hewan ke sungai.
“Serangan terjadi sebagian besar saat hari sudah gelap baik malam hingga subuh saat warga sedang mandi, berwudu, mencuci beras atau mencuci pakaian, dan mencari ikan atau kerang. Paling banyak menyerang kalangan usia dewasa hingga lansia. Karenanya, kami tak henti-hentinya mengingatkan warga untuk berhati-hati saat beraktivitas di sungai terutama saat malam hari,” tandasnya